Tiada siapa dapat menafikan bahawa ilmu itu sangat penting. Kalau hendak dunia perlu pada ilmu, kalau hendak Akhirat juga perlu pada ilmu. Menuntut ilmu itu terutama yang berbentuk fardhu ain adalah wajib bagi setiap orang Islam yang berbentuk fardhu kifayah pula wajib ke atas masyarakat Islam.
Allah mengangkat orang yang berilmu itu beberapa darjat. Tidak sama orang yang berilmu dengan yang tidak berilmu. Orang yang takutkan Allah itu adalah dari kalangan orang-orang yang berilmu. Orang jahil itu adalah musuh Allah. Rasulullah menganjurkan supaya menuntut ilmu walaupun sampai ke Negara China dan bermula menuntut ilmu dari buaian hingga ke liang lahad.
Walaupun ilmu itu sangat berharga dan penting, namun sama ada ilmu itu dapat memberi manfaat atau tidak, adalah satu perkara yang lain. Ramai yang mempunyai ilmu terutama ilmu agama tetapi ibadah, akhlak dan cara hidup mereka sama sahaja dengan orang yang tidak mempunyai ilmu. Ramai orang mempunyai banyak ilmu agama tetapi pada masa yang sama masih menolong system dan fahaman yang sangat bertentangan dengan Islam.
Namun ingat, bahwa ilmu yang dimaksud di sini adalah ilmu yang membuahkan amalan, itulah ilmu yang bermanfaat. Syaikh Abdurrahman bin Qasim rahimahullah mengatakan, “Amal adalah buah dari ilmu. Ilmu itu ada dalam rangka mencapai sesuatu yang lainnya. Fungsi ilmu diibaratkan seperti sebuah pohon, sedangkan amalan adalah seperti buahnya. Maka setelah mengetahui ajaran agama Islam seseorang harus menyertainya dengan amalan. Sebab orang yang berilmu akan tetapi tidak beramal dengannya lebih jelek keadaannya daripada orang bodoh. Di dalam hadits disebutkan, “Orang yang paling keras siksanya adalah seorang berilmu dan tidak diberi manfaat oleh Allah dengan sebab ilmunya”. Orang semacam inilah yang termasuk satu diantara tiga orang yang dijadikan sebagai bahan bakar pertama-tama nyala api neraka. Di dalam sebuah sya’ir dikatakan,
Orang alim yang tidak mau
Mengamalkan ilmunya
Mereka akan disiksa sebelum
Disiksanya para penyembah berhala
(lihat Hasyiyah Tsalatsatul Ushul, hal. 12)
Ancaman bagi orang yang berilmu tapi tidak beramal
Syaikh Nu’man bin Abdul Karim al Watr mengatakan, “Di dalam Al Qur’an Allah ta’ala sering sekali menyebutkan amal shalih beriringan dengan iman. Dan Allah juga mencela orang-orang yang mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan. Dan Allah mengabarkan bahwa perbuatan seperti itu sangat dimurkai-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kalian mengatakan apa yang tidak kalian kerjakan. Sungguh besar kemurkaan di sisi Allah karena kalian mengatakan apa-apa yang tidak kalian kerjakan” (QS. Ash Shaff [61] : 2-3) Di dalam shahih Bukhari dan Muslim diriwayatkan hadits Usamah bin Zaid, dia berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada hari kiamat nanti akan ada seseorang yang didatangkan kemudian dilemparkan ke dalam neraka. Isi perutnya terburai, sehingga ia berputar-putar sebagaimana berputarnya keledai yang menggerakkan penggilingan. Maka penduduk neraka pun berkumpul mengerumuninya. Mereka bertanya, “Wahai fulan, apakah yang terjadi pada dirimu? Bukankah dahulu engkau memerintahkan kami untuk berbuat kebaikan dan melarang kami dari kemungkaran?”. Dia menjawab, “Dahulu aku memerintahkan kalian berbuat baik akan tetapi aku sendiri tidak mengerjakannya. Dan aku melarang kemungkaran sedangkan aku sendiri justru melakukannya”. Oleh sebab itu ilmu harus diamalkan, shalat harus ditegakkan, zakat juga harus ditunaikan dan lain sebagainya. Karena sesungguhnya Allah tidak memiliki tujuan lain dalam menciptakan makhluk kecuali supaya mereka beribadah kepada-Nya. Allah berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. Adz Dzariyaat [51] : 56)” (lihat Taisirul Wushul, hal. 10)
Mempunyai banyak ilmu itu tidak menjamin apa-apa. Yang penting ilmu itu difahami, dihayati dan diamalkan. Hadis ada menyebut:
"Kalau Alah mahukan kebaikan itu ke atas seseorang itu, akan diberiNya orang itu faham tentang agama."
Hadis ini tidak menyebut akan diberiNya ilmu tetapi menyebut akan diberi 'faham' tentang agama. Jelas sekali bahawa mempunyai ilmu itu lain dan faham tentang agama itu satu perkara yang lain pula.
Ilmu jangan dibuat seperti pakaian. Pakaian bukan sebahagian daripada tubuh badan kita. Kadang-kadang kita pakai dan kadang-kadang kita buka. Itu sebabnya kita lihat sesetengah orang yang berilmu, kalau bercakap tentang Islam di atas pentas, di dalam forum atau ceramah, sungguh kagum kita mendengar apa yang mereka perkatakan. Keluar dari mulut berbagai-bagai istilah Islam yang hebat-hebat. Iman, taqwa, muqarrobbin, siddiqin, muhasabah, musyahadah, muraqobah, murabahah, khusyuk, khuduk dan sebagainya. Tetapi apabila turun pentas, cakap- cakap sudah jadi lain. Bila berjumpa dia di kedai, dia cakap pasal politik. Bila jumpa di restoran dia cakap pasal main bola. Bila jumpa di pejabat, dia cakap pasal gaji dan elaun. Cakap pasal pinjaman rumah dan pinjaman kereta. Cakap-cakap Islam sudah tidak ada lagi. Bila naik ke pentas semula, mula balik cakap pasal Islam.
Ilmu mesti mendarah daging. Tidak cukup hanya dihafal sahaja. Ilmu mesti mengisi dan mengalir di seluruh pelosok hati dan jiwa kita. Ilmu mesti dirasakan dan dihayati. Barulah ilmu itu dapat diamalkan dan diperjuangkan. Barulah ilmu itu dapat jadi penyuluh dalam hidup kita. Barulah ilmu itu dapat membentuk akhlak dan peribadi kita. Segala perbuatan dan percakapan kita jangan terlepas dari dipandu oleh ilmu yang tersemat di hati kita. Apa pun yang kita buat, kita buat Islam. Apa pun yang kita cakap, Islam tidak kira di mana dan dengan siapa. Barulah akan terpancar ilmu Islam itu di dalam kehidupan kita seharian.
Ilmu mesti disertakan dengn taqwa. Barulah ilmu itu boleh dirasai oleh hati dan diterjemahkan sebagai akhlak lahir dan batin. Bila akhlak sudah sesuai dan selari dengan ilmu Islam, maka bolehlah dikatakan kita sudah berakhlak Islam. Ketika itu kita tidak perlu bercakap banyak. Akhlak kita sudah cukup untuk menarik manusia kepada Islam.
Sayidatina Aisyah r.ha pernah ditanya oleh seorang sahabat bagaimanakah akhlak Rasulullah SAW? Beliau menjawab: "Akhlak Rasulullah ialah seperti Al Quran."
No comments:
Post a Comment