Seorang Hakiem berkata; Ketika diperhatikan dari manakah syaitan dapat menembus pada anak Adam, mendadak terdapat sepuluh jalan.
1. Dari sifat rakus dan Su'udhdhan [jahat sangka],
*Maka ana lawan dengan kepercayaan pada janji Allah dan Qanaah, dan untuk memperkuatkan perlawanan itu ana berpedoman pada kitab Allah dalam ayat yang bermaksud; "Tiada suatu pun melata di bumi ini melainkan dijamin oleh Allah rezekinya". Maka dengan itu ana patahkan ia.
2. Dari panjang angan-angan, lamunan,
*Maka ana hadapi dengan ingat pada datangnya maut dengan tiba-tiba bersendikan ayat Allah yang bermaksud; " Tiada satu jiwa pun yang mengetahui dimana ia akan mati". Maka dengan itu ana dapat mematahkan tipuannya.
3. Dari keinginan istirahat dan nikmat,
*Maka ana hadapi dengan mengingati hilangnya nikmat dan beratnya hisab, bersandarkan ayat Allah yang bermaksud; "Biarkan mereka makan dan bersuka-suka dan dilalaikan oleh angan-angan". dan ayat yang bermaksud; "Tidakkah kamu lihat jika kami senangkan mereka beberapa tahun, kemudian tiba apa yang telah dijanjikan pada mereka, maka tidak berguna kemewahan dan kesenangan mereka". Maka dengan itu ana tewaskan ia.
Monday, July 25, 2011
Jalan Syaitan Melulusi Dapat Anak Adam
Monday, July 11, 2011
Bagaimana Mungkin? Lidahku kelu, tidak bisa lagi berdoa
Tuhanku, aku adalah hamba yang faqir kepada-Mu. Jika aku faqir dalam kekayaanku, bagaimanakah aku faqir dan kefaqiranku ? Karena kefaqiran itulah, di sepertiga malam terakhir ini aku bersimpuh di pintu-Mu, untuk berdoa kepada-Mu
Ya Allah, seorang shalih memberikan pesanan bahwa salah satu adab doa adalah dengan mendahuluinya dengan puji-pujian dan syukur kepada-Mu.
Tapi Tuhanku, bagaimanakah aku bersyukur kepada-Mu, sedangkan tak ada syukurku yang cukup layak untuk dipanjatkan kepada-Mu. Hinanya syukurku tak sebanding dengan kemuliaan Dzat-Mu.
Tuhanku, bagaimanakah aku memuji limpahan rahmat-Mu dengan pantas, sedangkan limpahan rahmat-Mu padaku tak mampu kuhitung. Sungguh hanya Engkau saja yang pantas memuji-Mu.
Tuhanku, ridha-Mu sama sekali tidak bergantung pada sebab dari-Mu, lalu bagaimana mungkin ridha-Mu bergantung pada sebab dariku ? Engkau maha cukup dengan zat-Mu hingga tak memerlukan manfaat dari-Mu. Maka, bagaimanakah mungkin engkau mememerlukan sesuatu dariku ? Engkau sama sekali tidak memerlukankan syukurku.
Tetapi sebagai hamba, adalah kewajibanku untuk bersyukur kepada-Mu. Biarlah aku bersyukur kepada-Mu tanpa suara. Sehingga hanya Engkau yang mengetahui syukurku pada-Mu.