Ebooks:
http://www.mediafire.com/file/l8vbtxtf7ee5dvt/The%20Secret%20-%20Rhonda%20Bryne.pdf (Inggeris)
http://www.mediafire.com/file/pjujm0mq5mdjbb5/The_Secret_-_Versi_Bahasa_Indonesia.pdf (Indonesia)
Tuhan! Alangkah hina dan lemahnya hamba-Mu ini,
Langsung tidak ada kuasa dan kudrat,
Kuasa dan kudrat sepenuhnya adalah milik-Mu,
Jika di waktu aku duduk,
Aku boleh Engkau menjatuhkan,
Aku boleh Engkau matikan,
Dan aku boleh Engkau lalaikan,
Di waktu rehat-rehat,
Engkau boleh jadikan aku pening kepala dengan tiba-tiba,
Aku boleh jatuh,
Aku boleh tidak sedarkan diri bahkan boleh mati,
Di waktu sedang aku makan,
Engkau boleh tercekikkan aku,
Boleh aku tercekik tulang,
Boleh bila-bila masa sahaja di waktu itu aku tumbang,
Di waktu bercakap-cakap, Engkau boleh buat apa sahaja denganku,
Engkau boleh lupakan aku tentang sesuatu yang hendak dicakapkan,
Boleh di waktu itu aku terbatuk-batuk,
Boleh rebah di waktu itu,
Di dalam masa tidur,
Engkau boleh tidurkan aku terus tidur,
Iaitu daripada mulanya aku tidur kecil terjadi tidur besar,
Atau bangkit-bangkit tidur terus sahaja mati,
Itu terpulanglah kepada Engkau,
Engkau boleh buat apa saja kepadaku,
Di mana aku berada, di waktu bila, di dalam keadaan apa;
Macam-macam Engkau boleh jadikan aku...,
Manalah ada kuasa padaku,
Sedikit pun tiada kudratku,
Kerana itulah nasibku seluruhnya aku serahkan kepada-Mu,
Kesihatanku, makan minumku, keselamatan aku, aku serahkan kepada-Mu,
Kerehatanku, kesenanganku dan kebahagiaanku;
Aku yakin Engkau tidak menzalimi hamba-hamba-Mu,
Kalau begitu, seluruh hidup matiku,
Aku serahkan kepada-Mu,
Kerana aku langsung tidak ada kuasa apa-apa,
Terserahlah kepada-Mu Tuhan,
Tapi aku baik sangka dengan-Mu.
Bagaimanakah ciri-ciri orang yang bakal masuk Surga atau masuk Neraka? Salah satunya digambarkan Allah lewat idiom cahaya. Orang-orang yang beriman dan banyak amal salehnya, kata Allah, akan memancarkan cahaya di wajahnya. Sebaliknya, orang-orang yang kafir dan banyak dosanya akan 'memancarkan' kegelapan. Hal itu dikemukakan olehNya di ayat-ayat berikut ini:
QS Al Hadiid (57) : 12
"Pada hari dimana kalian melihat orang-orang beriman laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanannya."
QS. Yunus (10) : 27
“… seakan-akan wajah mereka ditutupi oleh kepingan-kepingan malam yang gelap gulita, mereka itulah penghuni Neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Kenapakah orang-orang yang beriman dan banyak pahalanya memancarkan cahaya, sedangkan yang banyak dosa 'memancarkan' kegelapan alias kehilangan cahaya?
Ini memang rahasia yang sangat menarik. Allah sangat sering menggunakan istilah cahaya di dalam Al Qur’an. Dia mengatakan bahwa Allah adalah cahaya langit dan Bumi (QS. 24:35). Firman firmanNya juga berupa cahaya (Qur’an QS. 4:174; Taurat QS. 5:44; Injil QS. 5:46). Malaikat sebagai hamba-hamba utusanNya juga terbuat dari badan cahaya. Dan pahala adalah juga cahaya (QS. 57:19). Karena itu orang-orang yang banyak pahalanya memancarkan cahaya di wajahnya (QS. 57:12).
Kunci pemahamannya adalah di Al Qur’an Surat An Nuur: 35. Di ayat itu Allah membuat perumpamaan bahwa DzaNya bagaikan sebuah pelita besar yang menerangi alam semesta. Pelita itu berada di dalam sebuah lubang yang tidak tembus. Tetap di salah satu bagian yang terbuka, ditutupi oleh tabir kaca
Dari tabir kaca itulah memancar cahaya ke seluruh penjuru dunia, bagaikan sebuah mutiara. Pelita itu dinyalakan dengan menggunakan minyak Zaitun yang banyak berkahnya, yang sinarnya memancar dengan sendirinya tanpa disentuh api. Cahaya yang dipancarkan pelita itu berlapis-lapis, mulai dari yang paling rendah frekuensinya sampai yang tertinggi menuju cahaya Allah.
Ayat tersebut memberikan perumpamaan yang sangat misterius tetapi sangat menarik. Dia mengatakan bahwa hubungan antara Allah dengan makhlukNya adalah seperti hubungan antara Pelita (sumber cahaya) dengan cahayanya. Artinya makhluk Allah ini sebenarnya semu saja. Yang sesungguhnya ADA adalah DIA. Kita hanya 'pancaran atau pantulan' saja dari eksistensiNya.
Nah, cahaya yang dipancarkan oleh Allah itu berlapis-lapis mulai dari yang paling jelek (Kegelapan) sampai yang paling baik (Cahaya Putih Terang). Allah telah menetapkan dalam seluruh ciptaanNya itu bahwa Kegelapan mewakili Kejahatan dan Keburukan. Sedangkan Cahaya Terang mewakili Kebaikan.
Maka, kalau kita ingin memperoleh kebaikan dan keberuntungan, kita harus memperoleh cahaya terang. Dan sebaliknya kalau kita mempoleh kegelapan berarti kita masuk ke dalam lingkaran kejahatan dan kerugian.
Yang menarik, ternyata 'cahaya' dan 'kegelapan' itu digunakan oleh Allah di dalam firmannya sebagai ungkapan yang sesungguhnya. Misalnya ayat-ayat yang saya kutipkan di atas. Bahwa orang-orang yang beriman, kelak di hari kiamat, benar-benar akan memancarkan cahaya di wajahnya. Sedangkan orang-orang kafir, justru kehilangan cahaya alias wajahnya gelap gulita.
Dari manakah cahaya di wajah orang beriman itu muncul? Ternyata berasal dari berbagai ibadah yang dilakukan selama ia hidup di dunia. Setiap ibadah yang diajarkan rasulullah kepada kita selalu mengandung dua unsur, yaitu ingat kepada Allah (dzikrullah) dan membaca firmanNya yang berasal dari KitabNya. Baik ketika kita membaca syahadat, melakukan shalat, mengadakan puasa, berzakat, maupun melaksanakan ibadah haji.
Nah, dari kedua kedua unsur itulah cahaya Allah muncul. Bagaimanakah mekanismenya? Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa Allah adalah sumber cahaya langit dan Bumi. Maka ketika kita berdzikir kepada Allah, kita sama saja dengan memproduksi getaran getaran cahaya. Asalkan berdzikirnya khusyuk dan menggetarkan hati. Kuncinya adalah pada 'hati yang bergetar.’
Hati adalah tempat terjadinya getaran yang bersumber dari kehendak jiwa. Ketika seseorang marah, maka hatinya akan berdegup keras. Semakin marah ia, semakin kencang juga getarannya. Demikian pula ketika seseorang sedang sedih, gembira, berduka, tertawa, dan lain sebagainya.
Getaran yang kasar akan dihasilkan jika kita sedang dalam keadaan emosional. Sebaliknya getaran yang lembut akan muncul ketika kita sedang sabar, tenteram dan damai.
Ketika sedang berdzikir, hati kita akan bergetar lembut. Hal ini dikemukan oleh Allah, bahwa orang yang berdzikir hatinya akan tenang dan tenteram.
QS. Ar Ra’d (13) : 28
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah lah hati menjadi tenteram.”
Ketika seseorang dalam keadaan tenteram, getaran hatinya demikian lembut. Amplitudonya kecil, tetapi frekuensinya sangat tinggi. Semakin tenteram dan damai hati seseorang maka semakin tinggi pula frekuensinya. Dan pada, suatu ketika, pada frekuensi 10 pangkat 13 sampai pangkat 15, akan menghasilkan frekuensi cahaya.
Jadi, ketika kita berdzikir menyebut nama Allah itu, tiba-tiba hati kita bisa bercahaya. Cahaya itu muncul disebabkan terkena resonansi kalimat dzikir yang kita baca. lbaratnya, hati kita adalah sebuah batang besi biasa, ketika kita gesek dengan besi magnet maka ia akan berubah menjadi besi magnetik juga. Semakin sering besi itu kita gesek maka semakin kuat kemagnetan yang muncul daripadanya.
Demikianlah dengan hati kita. Dzikrullah itu menghasilkan getaran-getaran gelombag elektromagnetik dengan frekuensi cahaya yang terus menerus menggesek hati kita. Maka, hati kita pun akan memancarkan cahaya. Kuncinya, sekali lagi, hati harus khusyuk dan tergetar oleh bacaan itu. Bahkan, kalau sampai meneteskan air mata.
Unsur yang kedua adalah ayat-ayat Qur’an. Dengan sangat gamblang Allah mengatakan bahwa Al Qur'an ada cahaya. Bahkan, bukan hanya Al Qur’an, melainkan seluruh kitab-kitab yang pernah diturunkan kepada para rasul itu mengandung cahaya.
QS. An Nisaa' (4) : 174
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu, (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Qur’an).”
QS. Al Maa’idah (5 ) : 44
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat, di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya …”
QS Al Maa’idah (5 ) : 46
"Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil, sedang di dalamnya ada petunjuk dan cahaya . . . "
Artinya, ketika kita membaca kalimat-kalimat Allah itu kita juga sedang mengucapkan getaran-getaran cahaya yang meresonansi hati kita. Asalkan kita membacanya dengan pengertian dan pemahaman. Kuncinya, hati sampai bergetar. Jika tidak mengetarkan hati, maka proses dzikir atau baca Al Qur’an itu tidak memberikan efek apa-apa kepada jiwa kita. Yang demikian itu tidak akan menghasilkan cahaya di hati kita.
Apakah perlunya menghasilkan cahaya di hati kita lewat kegiatan dzikir, shalat dan ibadah-ibadah lainnya itu? Supaya, pancaran cahaya di hati kita mengimbas ke seluruh bio elektron di tubuh kita. Ketika cahaya tersebut mengimbas ke miliaran bio elektron di tubuh kita, maka tiba-tiba badan kita akan memancarkan cahaya tipis yang disebut 'Aura'. Termasuk akan terpancar di wajah kita.
Cahaya itulah yang terlihat di wajah orang-orang beriman pada hari kiamat nanti. Aura yang muncul akibat praktek peribadatan yang panjang selama hidupnya, dalam kekhusyukan yang sangat intens. Maka Allah menyejajarkan atau bahkan menyamakan antara pahala dan cahaya, sebagaimana firman berikut ini.
QS. Al Hadiid (57) : 19
“... bagi mereka pahala dan cahaya mereka…”
Dan ternyata cahaya itu dibutuhkan agar kita tidak tersesat di Akhirat nanti. Orang-orang yang memililki cahaya tersebut dapat berjalan dengan mudah, serta memperoleh petunjuk dan ampunan Allah. Akan tetapi orang-orang yang tidak memiliki cahaya, kebingungan dan berusaha mendapatkan cahaya untuk menerangi jalannya.
QS. Al Hadiid (57) : 28
“…dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu.”
QS. Al Hadiid (57) 13
"Pada hati ketika orang-orang munafik laki-laki dan perempuan berkata kepada orang-orang yang beriman : "Tunggulah kami, supaya kami bisa mengambil cahayamu."
Dikatakan (kepada mereka): "Kembalilah kamu ke belakang, dan carilah sendiri cahaya (untukmu). "Lalu diadakanlah di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. Di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya ada siksa."
QS. Ali lmraan (3) : 106 - 107
"Pada hari yang di waktu itu ada muka yang menjadi putih berseri dan ada Pula yang menjadi hitam muram. 'Ada pun orang-orang yang hitam muram mukanya, (dikatakan kepada mereka) : kenapa kamu kafir sesudah kamu beriman? Karena itu rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.
"Adapun orang-orang yang putih berseri mukanya, maka mereka berada di dalam rahmat Allah, mereka kekal di dalamnya.”
Jadi, selain wajah yang memancarkan cahaya, Allah juga memberikan informasi tentang orang-orang kafir yang berwajah hitam muram. Bahkan di QS. 10 : 27 dikatakan Allah, wajah mereka gelap gulita seperti tertutup oleh potongan¬-potongan malam.
Dalam konteks ini memang bisa dimengerti bahwa orang -orang kafir yang tidak pernah beribadah kepada Allah itu wajahnya tidak memancarkan aura. Sebab hatinya memang tidak pernah bergetar lembut. Yang ada ialah getaran-getaran kasar.
Semakin kasar getaran hati seseorang, maka semakin rendah pula frekuensi yang dihasilkan. Dan semakin rendah frekuensi itu, maka ia tidak bisa menghasilkan cahaya.
Bahkan kata Allah, di dalam berbagai firmanNya, hati yang semakin jelek adalah hati yang semakin keras, tidak bisa bergetar. Seperti yang pernah saya singgung sebelumnya, tingkatan hati yang jelek itu ada 5, yaitu : 1. Hati yang berpenyakit (suka bohong, menipu, marah, dendam, iri, dengki disb), 2. Hati yang mengeras. 3. hati yang membatu. 4. Hati yang tertutup. dan 5. Hati yang dikunci mati oleh Allah.
Maka, semakin kafir seseorang, ia akan semakin keras hatinya. Dan akhirnya tidak bisa bergetar lagi, dikunci mati oleh Allah. Naudzu billahi min dzalik. Hati yang:seperti itulah yang tidak bisa memancarkan aura. Wajah mereka gelap dan muram.
QS. Az Zumaar (39) : 60
"Dan pada hari kiamat kamu akan melihat orang-orang yang berbuat dusta kepada Allah, mukanya menjadi hitam."
QS. Al An’aam (6) : 39
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita…”
Seperti yang telah saya kemukakan di depan, bahwa ternyata kegelapan itu ada kaitannya dengan kemampuan indera seseorang ketika dibangkitkan. Di sini kelihatan bahwa orang-orang kafir itu dibangkitkan dala keaaan tuli, bisu, buta, dan sekaligus berada di dalam kegelapan. Sehingga mereka kebingungan. Dan kalau kita simpulkan semua itu disebabkan oleh hati mereka yang tertutup dari petunjuk-petunjuk Allah swt.
QS. Al Hajj (22) : 8
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab yang bercahaya."
QS. Al Maa’idah (5 ) : 16
“…dan (dengan kitab itu) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya.”
QS. Al A’raaf (7) : 157
“…dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
QS. An Nuur (24) : 40
“…dan barangsiapa tidak diberi cahaya oleh Allah, tidaklah ia memiliki cahaya sedikit pun.”
QS. At Tahriim (66) : 8
"Hai orang-orang yang beriman bertaubatlah kepada Allah, dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pada hari ketika Allah tidak menghinakan para nabi dan orang-orang beriman yang bersama dengan dia, sedang cahaya mereka memancar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, sambil mereka mengatakan : Ya Tuhan kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami, dan ampunilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu."
Daripada Abi Umamah r.a, daripada Nabi Muhammad SAW bersabda: “ Sesiapa mengerjakan amal ibadat pada malam hari raya (Aidil Fitri dan Aidil Adha) dengan mengharapkan keredhaan Allah semata-mata, hatinya tidak akan mati (pada hari qiamat) sebagaimana matinya hati (orang-orang yang kufur engkar) pada hari itu.” (Riwayat Ibnu Majah)
Huraian
1. Umat Islam digalakkan menyambut hari raya dengan Takbir dan Tahmid sebagai menandakan kesyukuran kepada Allah. Malah orang-orang yang beriman yang menghidupkan malam hari raya dengan beramal dan beribadat kerana Allah, hatinya akan hidup (bahagia dan gembira). Mereka akan mendapat balasan yang baik di sisi Allah S.W.T.
2. Sebaliknya orang-orang yang kufur engkar, hatinya mati (hampa dan kecewa) pada hari itu, kerana dimurkai Allah dan ditimpa dengan sebuiruk-buruk balasan.
Sebuah hadis Rasulullah ada menyebut bahawa amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah yang kekal walaupun sedikit. Para ulamak juga sentiasa mengingatkan kita peri pentingnya istiqamah dalam setiap amal perbuatan kita. Istiqamah juga terbukti merupakan kunci kepada kejayaan sesorang di dalam amalannya dan peningkatannya dari satu darjat ke satu darjat di sisi Allah. Seorang yang ibadahnya sekejap berkurang sekejap bertambah mana mungkin sama dengan seseorang yang ibadahnya kekal berterusan. Malahan seorang yang istiqamah pasti diberikan kelazatan amalan tersebut oleh Allah Taala, maka akan berusaha menambahkannya lagi.
Seorang khatib di sini, baru-baru ini menceritakan beliau didatangi oleh seorang lelaki yang ingin menghafal Al-Quran secara laju dan sehingga 10 helaian dalam satu hari. Khatib tersebut melarangnya dan menyuruhnya menghafal 5 ayat sahaja dalam sehari. Dia enggan lalu pergi dari khatib tersebut dan ingin menghafal sendirian. Seorang lagi pemuda menghafal lima ayat sehari dan seorang lagi menghafal seayat sehari, tetapi dengan cara istiqamah. Hasilnya, pemuda yang mampu menghafal banyak ayat sehari sehingga hari ini belum mampu menghafal keseluruhan Al-Quran kerana tidak istiqamah dan terpaksa mengulangnya semula setelah terhenti beberapa hari atau minggu. Sedangkan pemuda kedua yang menghafal 5 ayat sehari telah pun menghafal keseluruhan Al-Quran. Inilah perbezaan nyata antara istiqamah dengan tidak.
Guru ana, Al-Habib Omar bin Abdullah As-Syatri selalu mengingatkan kami para pelajarnya supaya istiqamah. Walau apa jua yang terjadi tidak boleh dijadikan alasan untuk meninggalkan majlis ilmu. Beliau sendiri menunjukkan contoh teladan yang baik dengan istiqamah apabila walaupun sakit pun akan tetap meneruskan pengajian kerana istiqamah. Malahan jika ada saudara mara yang meninggal dunia pada malam pengajian, beliau tidak akan meninggalkan pengajian dan hanya akan berziarah selepas tamat pengajian. Begitulah yang dididik dan ditekankan sentiasa kepada kami. Ana sendiri ketika mengajar sesetengah pelajaran seperti faraidh akan menekankan perkara ini, dan akan tidak senang jika ada pelajar yang ponteng kelas, walau dengan apa jua alasan.
Namun begitu, syaitan tentu sekali akan berusaha keras untuk menghalang kita dari istiqamah. Begitu jua tuntutan nafsu yang ammarah bissu' akan melemahkan kita dari terus kekal berbuat kebajikan. Oleh itu kita dituntut supaya sentiasa memohon kepada Allah agar dikurniakan istiqamah dan dibantu dalam berbuatan amalan kebajikan. Kesabaran juga amat diperlukan dalam memastikan diri terus kekal melakukannya. Inilah yang kita namakan sabar dalam melakukan ketaatan.
Antara tips atau nasihat para ulamak dalam mendidik diri untuk istiqamah adalah tidak memberatkan diri dengan apa yang tidak termampu. Selain itu mulakan amalan kita dengan berbuat perkara yang mudah dahulu, dan setelah pasti akan istiqamah dan mendapat kelazatannya, barulah ditambah sedikit demi sedikit. InsyaAllah kita diberi oleh Allah kemudahahan dalam melaksanakannya. Kita juga boleh membuat jadual dalam masa tersebut, ibadat yang kita ingin istiqamah dan ibadat yang bergantung kepada situasi dengan syarat berniat untuk terus istiqamah. Jadual ibadat yang kekal istiqamah tersebut perlu diwajibkan atau ditekankan ke atas diri seberapa boleh sehingga ia menjadi satu kelazatan pula.
Seorang penuntut ilmu misalnya takkan dapat mencapai kelazatan menuntut ilmu dan rahsia serta hikmah ilmu tersebut tanpa istiqamah. Maka itu dia perlu kekal dalam kelas-kelas pengajian dan mengulangkaji pelajarannya. Jangan dijadikan apa jua alasan untuk kita jauh dari majlis-majlis ilmu yang banyak di tempat kita berada. Selain itu boleh juga dijadikan segala perbuatan kita sebagai satu cara menuntut ilmu dengan malazimi dan mendampingi para ulamak. Segala perbualan kita nescaya dikira sebagai satu bentuk menuntut ilmu. Maka mudahlah kita untuk terus istiqmah dengannya. Azam yang kuat dan cekal amat perlu dalam menuntut ilmu kerana dugaannya amat banyak sesuai dengan ganjarannya yang begitu besar.
Antara tanggungjawab seorang yang berilmu pula adalah menyampaikan ilmunya juga dengan istiqamah, tak kira di mana berada dan dengan apa jua cara. Seseorang yang boleh berdakwah dengan berkata-kata, maka perlulah selalu kekal dalam berdakwah dengan kata-katanya yang berhikmah dan mengajak kepada kebaikan. Sesorang yang boleh menulis, maka jadikanlah mata penanya (atau keyboardnya) sebagai wasilah dakwahnya. Begitu jua berdakwah dengan akhlak yang semestinya kekal sentiasa dilakukan tak kira apa situasi kita.
Penulisan blog juga adalah satu medium dakwah yang sepatutnya dijadikan satu senjata oleh para daie. Terdapat banyak blog hari ini yang digunakan untuk menyampaikan dakwah (walaupun ada yang menyampaikan dakwah yang tidak betul atau tidak tepat). Maka itu penulis blog dakwah juga perlu sentiasa kekal istiqamah dalam menyampaikan dakwahnya. Apapun tidak boleh dijadikan alasan untuk kita lalai dari tanggungjawab ini.
Seorang sahabat bertanya kepada ana baru-baru ini apakah rahsia hits yang banyak dalam sebuah blog. Jawapannya mudah bagi ana, istiqamah. Tanpa istiqamah pengunjung juga takkan berkunjung lagi dan tidak lagi menantikan dakwah kita yang seterusnya. Tetapi dengan istiqamah pengunjung akan sentiasa menantikan bilakah update seterusnya. Maka dakwah kita juga akan mendapat tempat di hati mad'u serta diterima baik. Tentu sekali syarat-syarat asas dalam penulisan kita juga ada iaitu penulisan yang berkualiti (dari segi bahasa dan isinya), dakwah yang betul dan tepat (isi, metodologi, keutamaan, manhaj) dan yang terutama ikhlas kerana Allah.
Semoga Allah memudahkan kita untuk terus istiqamah dalam apa jua amalan baik kita.