Friday, February 27, 2009

Kisah Zun-Nun Al-Misri, Seorang Sufi

Beberapa waktu yang lalu, di Mesir hidup seorang sufi yang masyhur bernama Zun-Nun. Seorang pemuda mendatanginya dan bertanya : "Tuan, saya belum faham mengapa orang seperti anda mesti berpakaian apa adanya, amat sangat sederhana. Bukankah di zaman yang ini berpakaian baik amat perlu, bukan hanya untuk penampilan namun juga untuk tujuan banyak hal lain."

Sang sufi hanya tersenyum, ia lalu melepaskan cincin dari salah satu jarinya, lalu berkata : "Sahabat muda, akan kujawab pertanyaanmu, tetapi lebih dahulu lakukan satu hal untukku. Ambillah cincin ini dan bawalah ke pasar di seberang sana. Cubalah, bolehkah kamu menjualnya seharga satu keping emas".

Melihat cincin Zun-Nun yang kotor, pemuda tadi merasa ragu dan berkata : "Satu keping emas ? Saya tidak yakin cincin ini bisa dijual seharga itu". "Cubalah dulu sahabat muda. Siapa tahu kamu berhasil",  jawab Zun-Nun.

Pemuda itu pun bergegas ke pasar. Ia menawarkan cincin itu kepada pedagang kain, pedagang sayur, penjual daging dan ikan, serta kepada yang lainnya. Ternyata, tak seorang pun berani membeli seharga satu keping emas. Mereka menawarnya hanya satu keping perak.

Tentu saja, pemuda itu tak berani menjualnya dengan harga satu keping perak. Ia kembali kepada Zun-Nun dan memberitahunya : "Tuan, tak seorang pun yang berani menawar lebih dari satu keping perak".

Sambil tetap tersenyum arif Zun-Nun berkata : "Sekarang pergilah kamu ke tokoh emas di belakang jalan ini. Cuba perlihatkan kepada pemilik tokoh atau tukang emas di sana. Jangan buka harga. Dengarkan saja, bagaimana ia memberikan penilaian".

Pemuda itu pun pergi ke toko emas yang dimaksud. Ia kembali kepada Zun-Nun dengan raut wajah yang lain. Ia kemudian memberitahu : "Tuan, ternyata para pedagang di pasar tidak tahu nilai sesungguhnya dari cincin ini. Pedagang emas menawarnya dengan harga seribu keping emas. Rupanya nilai cincin ini seribu kali lebih tinggi daripada yang ditawar oleh para pedagang di pasar".

Zun-Nun tersenyum simpul sambil berkata : "Itulah jawapan atas pertanyaanmu tadi sahabat muda. Seseorang tak boleh dinilai dari pakaiannya. Hanya "para pedagang sayur, ikan dan daging di pasar" yang menilai demikian. Namun tidak bagi "pedagang emas". Emas dan permata yang ada dalam diri seseorang, hanya dapat dilihat dan dinilai jika kita mampu melihat ke kedalaman jiwa. Diperlukan kearifan untuk menjenguknya. Dan itu perlu proses dan masa, wahai sahabat mudaku. Kita tak dapat menilainya hanya dengan tutur kata dan sikap yang kita dengar dan lihat sekilas. Seringkali yang disangka emas ternyata loyang dan yang kita lihat sebagai loyang ternyata emas."

Wednesday, February 25, 2009

Orang Yang Muflis

Rasulullah telah menjelaskan dalam satu hadis mengenai mereka yang dikatakan bankrup.

Daripada Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: “Tahukah kamu siapakah orang yang muflis itu?

Sahabat menjawab: “Orang yang muflis di kalangan kami ialah seseorang yang tidak memiliki wang dan juga tiada memiliki harta.”

Lalu Rasulullah menjawab: “Sebenarnya orang yang muflis di kalangan umatku ialah seseorang yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala sembahyang, puasa dan zakat, tetapi dahulunya waktu di dunia ia pernah mencaci maki seseorang, menuduh seseorang, memakan harta seseorang, menumpahkan darah seseorang dan pernah memukul seseorang. Maka akan diberikan kepada orang yang teraniaya itu daripada pahala kebaikan orang tadi dan begitu pula seterusnya terhadap orang yang pernah teraniaya, ia akan diberikan pula daripada pahala kebaikan orang tadi, apabila telah habis pahalanya sedangkan bebanan dosa penganiayaannya belum lagi dibayar semuanya, maka akan diambil daripada kesalahan orang yang teraniaya itu lalu dibebankan kepada orang tersebut, maka selanjutnya orang itu akan dicampakkan ke dalam api neraka.”  (Riwayat Muslim)

Keterangan

Jelaslah bahawa jika kita banyak beramal atau banyak ilmu sekalipun tetapi jika kita tidak meninggalkan perbuatan mengumpat, menghina, menuduh, mengambil harta orang atau menyakiti orang lain, maka amalan yang banyak itu kelak akan habis begitu sahaja kerana ia menjadi penebus kepada dosa yang dilakukan kepada orang lain. Akhirnya kita bankrup dan dihumban ke neraka kerana dosa orang lain yang dibebankan ke atas kita.Kesimpulannya ialah jika kita hanya melakukan ibadat sahaja tetapi tidak meninggalkan perbuatan umpat, keji,menuduh dan zalim kepada orang lain, maka sebenarnya kita masih di tebing neraka. Dosa kepada Allah mungkin boleh ditebus dengan bertaubat, tetapi dosa kepada manusia tidak akan diampunkan Allah kecuali kita meminta ampun kepada orang tersebut. Beringatlah!

Monday, February 23, 2009

Ujian Dahsyat Terhadap Iman

Daripada Abu Hurairah r.a. bahawasanya Rasulullah saw. bersabda; "Bersegeralah kamu beramal sebelum menemui fitnah (ujian berat terhadap iman) seumpama malam yang sangat gelap. Seseorang yang masih beriman di waktu pagi, kemudian pada waktu petang dia sudah menjadi kafir, atau (Syak Perawi Hadis) seseorang yang masih beriman di waktu petang, kemudian pada esok harinya, dia sudah menjadi kafir. Ia telah menjual agamanya dengan sedikit dari mata benda dunia." (Riwayat Muslim)

Keterangan:
Hadis ini menerangkan kepada kita betapa dahsyat dan hebatnya ujiaan terhadap iman seseorang diakhir zaman. Seseorang yang beriman di waktu pagi, tiba-tiba dia menjadi kafir diwaktu petang. Begitu pula dengan seseorang yang masih beriman di waktu petang, tiba-tiba pada esok paginya telah menjadi kafir. Begitu pantas dan cepat perubahan yang berlaku. Iman yang begitu mahal boleh gugur di dalam godaan satu malam atau satu hari sahaja, sehingga ramai orang yang menggadaikan imannya kerana hanya hendak mendapatkan sedikit dari harta benda dunia. Dunia lebih dicintai di sisi mereka daripada iman. Dan menurut riwayat Ibnu Majah, beliau menambahkan, "kecuali orang yang hatinya dihidupkan Allah swt. dengan ilmu". Mudah-mudahan Allah swt. menjadikan kita di antara orang yang berilmu dan mengamalkan ilmunya, sehingga dengan itu Allah Swt. akan menyelamatkan iman kita dari ujian yang dahsyat ini.

Thursday, February 19, 2009

Malik Dinar Taubat Surah Al Hadid

Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, memakan hak manusia, memakan riba, dan memukuli manusia. Kulakukan segala kezhaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya. Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku.

Malik bin Dinar Rohimahullah menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang puteri yang kuberi nama Fathimah.

Aku sangat mencintai Fathimah. Setiap kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku.

Pernah suatu ketika Fathimah melihatku memegang segelas khamr, maka diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum genap dua tahun. Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta'ala -lah yang membuatnya melakukan hal tersebut.


Setiap kali dia bertambah besar, semakin bertambah pula keimanan di dalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala selangkah, maka setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal dunia.

Maka akupun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku: “Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.

Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat.

Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil: Fulan ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan.

Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap al-Jabbar!”

Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor ulat besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata: “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari kearah yang ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata: “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari menuju gunung tersebut sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil, dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah putriku. Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Maka diapun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayit karena sangat ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.

Dia berkata kepadaku:

“Wahai ayah, “belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid:16)


Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”

Dia Rohimahullah berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Dia Rohimahullah berkata:
Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid: 16)
.....

Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabi'in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”

Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari. Dia berfirman kepadamu: “Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.”

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.

Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas. (Misanul I'tidal, III/426).

Tuesday, February 17, 2009

Abu Yazid Al Busthami & Berbagai Kisah Hikmah

Beliau mempunyai nama lengkap Abu Yazid Thaifur bin Isa, beliau dilahirkan di Bustham Khurasan pada tahun  188 Hijriyah dan beliau lebih dikenal dengan nama Abu Yazid Al Busthami. Beliau wafat di Bustham pada tahun 261.

Abu Yazid dikenal sebagai anak saleh dalam lingkungan keluarga yang taat beragama. Ibunya dengan tekun membimbing dan megirimnya untuk belajar agama ke masjid. Setelah dewasa beliau melanjutkan belajar agama ke berbagai daerah untuk berguru kepada ulama-ulama terkenal seperti Abu Ati dari Sind.

Kehidupannya sebagai seorang sufi ditempuh dalam perjalanan yang cukup panjang, kira-kira dalam waktu 30 tahun beliau berkelana menyusuri padang pasir, hidup dengan zuhud, makan serba sedikit, tidur yang tidak begitu banyak. Dari kezuhudannya itu beliau dapat mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh ma’rifat yang hakiki untuk dapat mengenal Allah.

Saling Menyayangi

Pada suatu hari Abu Yazid Al Bustami berjalan bersama rombongan muridnya di sebuah jalan yang sempit. Tiba-tiba ada seekor anjing berjalan kearah yang berlawanan. Ketika berpapasan, Abu Yazid Al Bustami berhenti untuk memberi jalan kepada anjing tersebut.

Karena itu, seorang murid Abu Yazid Al Bustami berkata, “Allah telah memuliakan manusia di atas semua makhluk. Dan Abu Yazid adalah rajanya ilmu pengetahuan, tetapi dengan segala keutamaan pribadi bersama murid-muridnya, dia memberi jalan kepada anjing. Bagaimana itu bisa terjadi?”

“Sekalipun tampak diam, anjing itu memohon kepadaku, hai anak muda,” Kata Abu Yazid pada muridnya. “Dia bertanya tentang kesalahan yang telah dia lakukan dan kebaikan apa yang telah aku lakukan sehingga dia memakai pakaian kulit sebagai anjing sedangkan aku diberi pakaian hormat sebagai raja pengetahuan. Itulah ucapan yang berhasil kutangkap sehingga aku memberi jalan kepadanya. Ya, tak ubahnya sikap saling menyayangi terhadap ciptaan-Nya yang juga berarti menyayangi Dia.”

Takut Mengotori Masjid

Setiap kali sampai di depan masjid, Abu Yazid Al Bustami berdiri sebentar, kemudian menangis.
“Mengapa engkau menangis, hai Abu Yazid,?” Tanya seseorang suatu ketika.
Aku merasa diriku seperti seorang wanita yang sedang haid sehingga aku malu memasuki masjid karena takut mengotori,” Jawab Abu Yazid Al Bustami.

Jangan Sombong

Suatu ketika ketika Abu Yazid Al Bustami sedang duduk, di benaknya terlintas pemikiran bahwa dirinya adalah seorang besar, seorang wali pada zamannya. Tak lama kemudian dia sadar bahwa dirinya telah melakukan dosa besar. Dia segera bangkit dan pergi ke Khurosan. Sesampainya di sana dia menginap di sebuah tempat. Dia bersumpah bahwa dia tidak akan meninggalkan Khurosan sebelum Allah mengirimkan seseorang untuk mengingatkan dirinya yang alpa.

Tiga hari tiga malam Abu Yazid Al Bustami tinggal di tempat itu. Pada hari keempat dia melihat seorang dia melihat seseorang bermata satu menunggangi unta dan mendekatinya. Setelah orang tersebut mendekat, Abu Yazid Al Bustami melihat tanda-tanda ketakwaannya. Abu Yazid melambaikan tangan kepada unta tersebut agar  berhenti.

Setelah unta tersebut berhenti, orang tersebut berkata kepada Abu Yazid, “Kamu membawaku ke sini untuk membuka pintu yang terkunci dan menenggelamkan warga Bustam bersama Abu Yazid, benarkah begitu?

Abu Yazid terperanjat mendengar kata-kata lelaki itu. Ia lalu bertanya, “Dari mana asalmu?”

“Tak perlu kau tahu darimana aku. Kukatakan kepadamu bahwa sejak engkau mengucapkan sumpah di tanah Khurosan ini, aku telah menghadiri tiga ribu perkumpulan. Hati-hatilah wahai Abu Yazid. Jagalah hatimu. Tak ada yang berhak sombong  di muka bumi ini kecuali Sang Pencipta jagad raya ini, Allah.”

Setelah berkata begitu, orang bermata satu itu membangunkan untanya untuk kemudian segera pergi.

Lupa Nama Baru

Hampir setiap hari Abu Yazid Al Bustami begitu asyik dengan Tuhan. Keasyikan itu membuat dia sering lupa ketika memanggil nama seorang muridnya yang telah belajar padanya selama tiga puluh tahun.
“Anakku siapakah namamu?” Tanya Abu Yazid kepada murid tersebut.
“Engkau suka mengolok-olokku, Guru,” Kata sang murid. “Sudah tiga puluh tahun aku belajar kepadamua tetapi hamper setiap hari engkau menanyakan namaku.”

“Bukan aku mengolok-olokmu, Anakku,” Kata Abu Yazid Al Bustami. “Tetapi nama-Nya telah memasuki hatiku dan mengeluarkan semua nama lain sehingga aku selalu lupa setiap kali mengingat nama baru.”

Tugas Manusia Sejati

Suatu hari ada seorang berkata kepada Abu Yazid Al Busthami.
“Wahai Abu Yazid, engkau bisa berjalan di atas air.”
“Sebatang pohon juga bisa jalan di atas air,” Balas Abu Yazid Al Busthami
“Engkau melakukan perjalanan ke Ka’bah dalam satu malam,” ujar orang itu lagi.
“Seorang tukang sulap juga bisa pergi dari India ke Demavand dalam waktu satu malam, “ Kata Abu Yazid Al Busthami.
“Lalu apakah tugas manusia sejati yang sebenarnya?” Tanya orang tersebut.
“Manusia sejati hanya menggantungkan hatinya kepada Allah. Lainnya tidak, “ Jawab Abu Yazid Al Busthami.

Sumber:
Hikmah di balik Kisah: Kumpulan Cerita Shufi. Disusun oleh: Wawie Am-Drs. Abd. Mutholib Ilyas. Penerbit: CV Putra Karya
Rahasia Kehidupan Orang Sufi: Memahami Ajaran Thoriqot dan Tasahawuf. Disusun oleh: Ust. Labib MZ. Penerbit: Bintang Usaha Jaya.

Sunday, February 15, 2009

Nasihat wanita cantik sedarkan Hasan Basri

HASAN BASRI pada zaman mudanya, kelihatan bagus dan tampan, lebih-lebih apabila memakai pakaian mahal. Beliau sering berjalan-jalan sekeliling kampung di kota Basrah kerana sangat senang berdasarkan keindahan dan ramainya penduduk tinggal di kota itu.

Pada suatu hari, ketika Hasan berjalan, secara tiba-tiba beliau melihat seorang wanita cantik.

Melihat wanita cantik itu. Hasan berjalan mengikutinya. Wanita itu menoleh, sambil berkata kepadanya: “Apakah engkau tidak malu?” 

Jawab Hasan: ”Malu pada siapa?” Wanita itu berkata. “Malu kepada Zat Yang Maha Mengetahui, mata yang khianat dan apa-apa yang terlintas di dalam hati.”

Tertanam rasa cinta di dalam hati Hasan terhadap wanita itu sehingga tidak sabar dan tidak boleh menguasai nafsunya, akhirnya ia terus mengikuti di belakang wanita itu.

Wanita itu berkata lagi kepadanya: “Mengapa engkau mengikuti aku?” Jawab Hasan: “Sungguh, aku terpesona dengan pandangan matamu itu.” Wanita itu berkata: “Tunggulah di sini, nanti akan aku kirim apa yang engkau kehendaki.”

Hasan beranggapan wanita itu menaruh cinta kepadanya, sebagaimana dia jatuh cinta kepada wanita itu. Beliau pun menunggu di tempat itu. 

Tidak beberapa lama kemudian, datanglah seorang pelayan wanita cantik itu kepadanya membawa bekas bertutup sehelai sapu tangan.

Ketika Hasan membuka tutup bekas itu, ternyata dua mata wanita itu ada di dalamnya. Melihat hal sedemikian, maka pelayan terbabit berkata. “Sungguh tuan puteri berkata: “Aku tidak ingin mata yang memuatkan fitnah dan mempesonakan orang.” 

Sebaik Hasan mendengar kenyataan ucapan daripada pelayan wanita itu, dia gementar dan berdiri bulu romanya, lalu memegang janggutnya dan berkata kepada dirinya: ”Celaka engkau, sebab sudah berjanggut mengapa tidak malu terhadap wanita cantik itu.”

Dia pun menyesal dan bertaubat pada saat itu sebelum pulang ke rumahnya dan menangis semalaman. Keesokan paginya, Hasan ke rumah wanita itu untuk meminta maaf segala kesalahannya.

Sebaik tiba di rumah wanita berkenaan, rumahnya tertutup dan mendengar suara tangisani wanita dari dalam rumah itu. Akhirnya, beliau pun bertanya apa yang berlaku. 

Dikatakan bahawa pemilik rumah itu meninggal. Hasan kembali ke rumahnya dan menangis selama tiga hari.

Pada malam ketiga, dia bermimpi melihat wanita cantik itu sedang berada di dalam syurga. 

Hasan berkata kepada wanita itu dalam mimpiya. “Hai wanita yang cantik, maafkan olehmu semua kesalahanku.” 

Jawab wanita itu. “Sungguh, semua sudah kumaafkan kerana aku memperoleh kebaikan daripada Allah sebab engkau.” Hasan berkata, “Berikanlah kepadaku akan nasihatmu.”

“Kalau engkau sendirian, berzikirlah atau ingatlah kepada Allah. Dan pada setiap pagi mahupun petang, beristighfar memohon ampun kepada Allah serta bertaubat kepada-Nya.” kata wanita berkenaan.

Mendengar nasihat daripada wanita itu, Hasan menerima dan melaksanakan hingga dia menjadi orang yang masyhur di kalangan masyarakat dengan zuhud dan taatnya kepada Allah. 

Akhirnya, dia pun memperoleh darjat tinggi dan mulia serta menjadi seorang wali dan kekasih Allah.

Allah tidak memandang kepada paras rupa, tetapi melihat kepada hati dan amalan... tidak ada beza seseorang di sisi Allah kecuali iman dan taqwa.

Friday, February 13, 2009

Ibrahim Adham, Raja Yang Zuhud

Ibrahim bin Adham atau nama asalnya ialah Abu Ishak Ibrahim bin Adham dilahirkan daripada keluarga bangsawan Arab yang kaya raya. Beliau terkenal sebagai seorang raja Balkh yang sangat luas wilayah kekuasaannya. Ke mana saja pergi, beliau akan diiringi empat puluh bilah pedang emas dan empat batang tongkat kebesaran emas diusung di depan dan belakangnya. Nama beliau berada dalam tinta sejarah daripada seorang raja yang masyhur kepada ahli sufi yang terkenal.

Bermulanya perubahan kehidupan Ibrahim bin Adham apabila pada suatu malam ketika baginda tertidur di bilik istananya, langit-langit di biliknya bergerak seolah-olah ada seseorang yang sedang berjalan di atas atap. Ibrahim terjaga dan berseru: “Siapakah itu?”

“Saya adalah seorang sahabat, untaku hilang, aku sedang mencarinya di atas atap ini.” Terdengar sahutan dari atas.

“Bodoh, tidak ada orang mencari unta di atas atap!” Ibrahim menengkingnya.

“Wahai manusia yang lalai, apakah engkau hendak mencari Allah Subhanahu wata’ala dengan berpakaian sutera dan tidur di alas tilam emas?” Jawab suara itu penuh simbolik.

Kata-kata ini sangat menggetarkan hati Ibrahim. Ia sangat gelisah dan tidak dapat meneruskan tidurnya sehingga pagi. Seperti kebiasaannya, di sebelah siang Ibrahim berada di atas singgahsananya untuk mendengar pengaduan dan masalah rakyat jelata. Tetapi hari itu keadaannya berlainan, dirinya gelisah dan banyak termenung.

Para menteri, pembesar istana dan rakyat yang hadir merasa hairan melihat perubahan yang terjadi dengan tiba-tiba kepada raja mereka.

Tiba-tiba masuk seorang lelaki berwajah menakutkan ke dalam ruangan perjumpaan itu. Tidak seorangpun di antara askar dan pengawal istana yang berani menanyakan sesuatu dan menghalangnya masuk. Kejadian berlaku begitu pantas, semua lidah menjadi kelu. Lelaki itu melangkah ke depan Ibrahim Adham.
“Apakah yang engkau inginkan daripada aku?” Tanya Ibrahim.
“Aku baru sahaja sampai, bagilah aku rehat dulu”, jawab lelaki itu.
“Ini bukan tempat persinggahan kafilah. Ini istanaku. Lagak engkau seperti orang gila saja!” Ibrahim menengking.
“Siapa pemilik sebenar istana ini sebelum engkau?” Tanya lelaki itu.
“Ayahku!” Jawab Ibrahim pendek.
“Sebelum ayahmu?” 
“Datukku!”
“Sebelum dia?”
“Datuk kepada datuk-datukku!”
“Ke manakah mereka sekarang ini?“ Tanya lelaki itu.
“Mereka telah meninggalkan dunia ini”, jawab Ibrahim.
“Jika demikian, tidakkah ini sebuah persinggahan yang diduduki oleh seseorang kemudian ditinggalkannya dan diganti oleh yang lain pula?” Kata lelaki itu.

Tersentak juga hati Ibrahim mendengar kata-kata lelaki itu. Belum sempat Ibrahim menjawab, lelaki itu mengundur ke belakang dan tiba-tiba ghaib di tengah orang ramai. Banyak para alim ulama membuat tafsiran sesungguhnya lelaki itu adalah Nabi Khidhir ‘Alaihissalam yang sengaja datang mengetuk hati raja Ibrahim bin Adham yang semakin lalai dengan tipu daya dunia.

Kegelisahan Ibrahim semakin menjadi-jadi sejak kejadian tersebut. Ia dihantui oleh bayangan dan suara lelaki itu sejak peristiwa di istananya. Akhirnya kerana tidak tahan lagi Ibrahim memerintah pengawalnya: “Persiapkan kudaku yang terbaik! Aku hendak pergi berburu. Ya, Allah! Bilakah semua ini akan berakhir?”

Ibrahim bin Adham dan rombongan terus merentasi padang pasir yang luas saujana mata memandangnya. Baginda memacu kudanya begitu laju sehingga akhirnya terpisah dengan rombongan tersebut. Dalam mencari jalan keluar baginda terlihat seekor rusa. Tiba-tiba Ibrahim ghairah hendak memburu rusa itu. Belum sempat berbuat apa-apa rusa itu berkata kepadanya: “Wahai manusia yang lalai, aku disuruh oleh Allah Subhanahu wata’ala memburumu. Engkau tidak dapat menangkapku. Bertaubatlah, untuk inikah engkau diciptakanNya?”

Ibrahim yang di dalam ketakutan itu tiba-tiba terkejut dengan kata-kata itu. Baginda langsung tidak terfikir selama ini untuk apa baginda dicipta ke dunia. Sekarang keyakinan serta keimanannya telah tertanam di dalam dadanya. Seluruh pakaian dan tubuh kudanya basah oleh cucuran air mata penyesalannya selama ini. Dengan sepenuh hati Ibrahim bertaubat kepada Allah Subhanahu wata’ala. Dalam keadaan panas terik itu, baginda meninggalkan kudanya dengan berjalan kaki yang akhirnya baginda bertemu dengan seorang penggembala yang sedang menjaga sekumpulan kambing-kambingnya.

Tiba-tiba Ibrahim meminta keizinan untuk menyerahkan bajunya yang bersulam emas serta topinya yang bertatahkan batu-batu permata yang sangat mahal harganya. Sebaliknya baginda mengenakan pakaian dan topi gembala itu yang diperbuat daripada kulit dan bulu kambing. Gembala kambing itu melihat kelakuan Ibrahim itu dengan penuh kehairanan. Semua malaikat menyaksikan perbuatan Ibrahim itu dengan penuh kekaguman sehingga salah satu malaikat berkata: “Lihat, betapa megahnya kerajaan yang diterima putera Adham sebelum ini, akhirnya telah mencampakkan pakaian dunia yang kotor dan menggantinya dengan jubah kesedaran.”

Dengan berjalan kaki Ibrahim mengembara merentasi gunung dan menyusuri padang pasir yang luas sambil menginsafi dosa-dosa yang pernah dilakukannya. Akhirnya sampailah baginda di sebuah gua. Ibrahim yang dulunya seorang raja yang hebat akhirnya menyendiri dan berkhalwat di dalam gua selama sembilan tahun. Selama di dalam gua itulah Ibrahim betul-betul mengabdikan dirinya kepada Allah Subhanahu wata’ala. Setiap hari Khamis baginda ke pekan bernama Nishapun untuk menjual kayu api. Setelah sembahyang Jumaat baginda pergi membeli roti dengan wang yang diperolehinya. Roti itu separuh diberikan kepada pengemis dan separuh lagi untuk berbuka puasa. Demikianlah yang dilakukannya setiap minggu.

Akhirnya baginda mengambil keputusan keluar dari gua tersebut untuk merantau lagi merentasi padang pasir yang terbentang luas itu. Baginda tidak tahu lagi ke mana hendak ditujui. Setiap kali baginda berhenti di sebuah perkampungan, baginda kumpulkan orang-orang setempat untuk memberitahu betapa kebesaran Allah terhadap hambaNya dan azab yang akan diterima oleh sesiapa yang mengingkarinya. Justeru itu banyaklah orang yang akrab dengannya dan ada yang menjadi muridnya. Baginda mengharungi padang pasir itu empat belas tahun lamanya. Selama itu pula baginda berdoa dan merendahkan dirinya serta tawaddhu’ kepada Allah Subhanahu wata’ala. Nama Ibrahim pula mula disebut-sebut orang; dari seorang raja berubah menjadi seorang ahli sufi yang merendah diri.

Pernah dalam perjalanannya baginda diuji. Disebabkan kewara’an baginda itu ada seorang kaya datang menemuinya untuk mengambil tabarruk ke atas baginda dengan memberi wang yang sangat banyak kepada Ibrahim. “Terimalah wang ini, semoga berkah”, katanya kepada Ibrahim.

“Aku tidak mahu menerima sesuatupun daripada pengemis”, jawab Ibrahim.

“Tetapi aku adalah seorang yang kaya”, pintas orang kaya orang itu.

“Apakah engkau masih menginginkan kekayaan yang lebih besar daripada apa yang telah engkau miliki sekarang ini?” tanya Ibrahim.

“Ya, kenapa tidak?” Jawabnya ringkas.

“Simpanlah wang ini kembali, bagi aku, engkau adalah ketua para pengemis di sini. Bahkan engkau bukan seorang pengemis lagi tetapi seorang yang sangat miskin dan meminta-minta.” Tegur Ibrahim.

Kata-kata Ibrahim itu membuatkan orang kaya itu tersentak seketika. Penolakan pemberiannya oleh Ibrahim disertai dengan kata-kata yang sinis lagi pedas itu turut meninggalkan kesan yang mendalam kepada dirinya. Dengan peristiwa tersebut orang kaya itu bersyukur kepada Allah kerana pertemuan dengan Ibrahim itu membuatkan dirinya sedar akan tipu daya dunia ini. Beliau lalai dengan nafsu yang tidak pernah cukup daripada apa yang perolehinya selama ini.

Suatu ketika sedang Ibrahim bin Adham menjahit jubah buruknya di tepi sungai Tirgis baginda ditanya oleh sahabatnya: “Engkau telah meninggalkan kemewahan kerajaan yang besar. Tetapi apakah yang engkau telah perolehi sebagai imbalannya?”

Disebabkan soalan yang tidak disangka-sangka itu keluar dari mulut sahabatnya sendiri maka dengan tiba-tiba jarum di tangannya terjatuh ke dalam sungai itu.

Sambil menunjukkan jarinya ke sungai itu Ibrahim berkata, “Kembalikanlah jarumku!”

Tiba-tiba seribu ekor ikan mendongakkan kepalanya ke permukaan air. Masing-masing ikan itu membawa sebatang jarum emas di mulutnya.

Ibrahim berkata: “Aku inginkan jarumku sendiri.”

Seekor ikan kecil yang lemah datang menghantarkan jarum besi kepunyaan Ibrahim di mulutnya.

“Jarum ini adalah salah satu di antara imbalan-imbalan yang ku perolehi, kerana meninggalkan kerajaan Balkh. Sedangkan yang lainnya belum tentu untuk kita, semoga engkau mengerti.” Kata Ibrahim Adham dengan penuh kiasan.

Begitulah kehidupan seorang raja Balkh yang bernama Ibrahim bin Adham yang luas pemerintahannya dan hidup di dalam kemewahan, tetapi akhirnya berkelana menjadi ahli sufi yang terkenal. Baginda menemui Allah Subhanahu wata’ala pada tahun 165H/782M di negeri Persia. Taubat Ibrahim itu merupakan sebuah kisah yang sangat unik bagi umat Islam yang merintis kehidupan yang penuh dengan tipu daya di dunia ini. Wallahu ‘alam.

Dipetik dari Tazkirat al-Aulia karangan Farid ad-Din Attar, Mukhtashar ar-Raudah ar-Rauyyahin Fi Manaqib as-Salihin karangan Abu Mazaya al-Hafiz.

Wednesday, February 11, 2009

Fudhail Bin ‘Iyadh Taubat, Gara-gara Wanita Cantik

Pada masanya, Fudhail bin ‘Iyadh adalah seorang yang paling ‘abid, zuhud, wara’, serta paling mengenal Allah SWT.

Sebelumnya, beliau adalah seorang penyamun. Sebab-sebab taubatnya ialah karena pada suatu hari ia tertarik oleh seorang wanita yang sangat cantik. Ketika beliau sedang memanjat tembok rumah wanita itu untuk melepaskan keinginannya terhadap wanita itu, tiba-tiba terdengar olehnya suara orang yang sedang membaca Al-Qur’an yang artinya:
“Belumlah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka).” (Al-Hadid, 16).

Ayat tersebut menembus hati sanubarinya dan sangat mempengaruhinya, sehingga ia menjadi sedar akan dirinya yang telah terpesong selama ini. Lalu ia berkata,“Oh Tuhan, telah tiba sekarang waktunya.” Ia pun bertaubat dengan setulus-tulusnya.

Lalu ia hendak pulang ke rumahnya. Tetapi karena hari telah larut malam, ia pun pergi ke suatu pondok. Tiba-tiba ternampak olehnya serombongan musafir. Sebahagian dari mereka berkata,“Ayo kita berangkat.”

Yang lain menjawab,“Jangan, lebih baik tunggu sampai pagi. Sebab, pada malam-malam seperti inilah Fudhail menjalankan aksinya.”

Mendengar percakapan mereka itu, Fudhail lalu menunjukkan dirinya sambil berkata,“Akulah Fudhail. Tetapi sekarang, aku telah bertaubat dan tidak akan menyamun lagi.”

Banyak ulama memulai tulisannya dengan menceritakan hikayat orang-orang seperti Fudhail ini. Misalnya, Imam Qusyairi. Hal itu disebabkan oleh perbuatan mereka yang semula kurang baik kemudian mereka bertaubat dan menjadi orang yang paling baik. Imam Qusyairi memulai pengajarannya dengan hikayat orang-orang seperti Fudhail ini, dengan harapan semoga murid-muridnya yang dahulunya banyak melakukan dosa tidak menjadi putus asa. Kalau saja ia memulai dengan hikayat orang-orang yang sejak mudanya telah tekun berbuat ibadah, seperti al-Junaid dan Sahal bin Abdullah, maka tentu akan ada yang berkata,“Siapa yang akan dapat menandingi mereka yang tidak pernah melakukan perbuatan dosa?” Oleh karena itu, setiap orang dianjurkan agar tidak mudah berputus asa dari rahmat Allah dan agar berbaik sangka kepada-Nya, sambil mengharapkan taufiq dan hidayah-Ny untuk berbuat taat dan melepaskan diri dari belenggu nafsu syahwat dan kelalaian, sehingga termasuk kedalam golongan orang-orang arif.

"Ilmu umpama air yang mengalir dari lembah ke muara, tadahlah ia dengan hati yang merendah pada Allah S.W.T"

Monday, February 2, 2009

Siapa Imam Al-Mahdi ???

SEJAK dahulu hinggalah ke hari ini masalah siapakah sebenarnya AI-Mahdi tidak henti-henti menjadi perkara yang diperbahaskan. Akibat daripada itu, terdapat setengah golongan umat Islam yang cuba mengandaikan seseorang sebagai Al-Mahdi. Sementara setengah pihak pula (Ahlu Sunnah WaI Jamaah) tidak menetapkan seseorang sebagai Al-Mahdi, sebaliknya men­yerahkan perkara tersebut kepada urusan Allah SWT. Apa yang penting bagi kita ialah yakin akan kemunculannya sebagaimana yang dikhabarkan oleh Rasulullah SAW.

Bagi menjelaskan siapakah sebenarnya Ai-Mahdi, marilah kita merujuk kepada kitab-kitab para ulama Islam yang mu’tabar dan diakui kesahihannya. Di antara kitab-kitab tersebut ialah Al-Hawi Lii Fatawa karangan Imam As-Suyuti, Mukhtasar Fil Mahdi Al-Muntadzar dan As-Sawaiqul Mukhriqat karangan Ibnu Hajjar Al-Haitami, At-Tawadhihu Fl Tawaturi Ma Jaa Fil Muntadziri Waddajal Wal Masihi karangan Al-Allamah As­Syaukani, Ibrazul Wahmil Maknun Min Kalam Ibni Khaldun karangan Al-Muhaddits Sayid Ahmad Siddiq Al-Ghumari dan banyak lagi kitab-kitab lainnya yang menerangkan secara jelas tanda-tanda dan sifat-sifat Al-Mahdi sebagaimana yang disebutkan oleh hadits-hadits Rasulullah SAW.

           Kitab-kitab tersebut menerangkan bahawa nama Al-Mahdi ialah Muhammad bin Abdullah sementara gelarannya pula ialah Abu Abdullah. Menurut riwayat yang sah Al-Mahdi adalah dari keturunan Sayidina Hassan bin Ali. Sesungguhnya telah tsabit bahawa Al-Mahdi adalah keturunan Hassan bin Ali sebagaimana yang tersebut di dalam hadits sahih yang diriwayatkan oleh Al-Imam Abu Daud dalam Sunannya,

“Telah berkata Ali sambil memandang puteranya ­Hassan,” Sesungguhnya Puteraku ini ialah sayid sebagaimana yang telah dinamakan oleh Nabi SA W. Dari keturunannya akan lahir seorang lelaki yang namanya seperti nama Nabi kamu, menyerupai baginda dalam perangai dan tidak menyerupai baginda dalam rupa dan bentuk.”

             Hadits ini telah disahkan oleh para ulama di antaranya Al-Manawi di dalam kitabnya Al-Kabir, Ibnu Atsir dalam kitabnya An-Nihayah, Ibnu Qayyim Al Jauziyah dalan kitabnya Gharibul Hadits dan Al-Manarul Munif Fi Sahihi Wad Dha’if, Al-Muhaddits Sayid Ahmad Siddiq Al-Ghumari di dalam kitabnya Aqidah Ahlil Islam Fi Nuzuli Isa AS dan lain-lain lagi.

            Di dalam kitab Naqdul Manqul m.s 8O pengarang kitab tersebut memetik kenyataan lbnu Qayyim Al-Jauziyah, “kebanyakan hadits-hadits menunjukkan bahawa Al-Mahdi adalah anak dari Sayidina Hassan bin Ali.”

            Abu Thahir Muhd Syamsul Haq dalam kitabnya ‘Aunal Ma’bud (syarah Sunan Abu Daud),   memetik kenyataan Al-­Hafiz Imanuddin yang menyebut bahawa hadits-hadits mengenai Al-Mahdi menunjukkan bahawa Ia dari ahli bait Rasulullah SAW, zuriat Fatimah dan anaknya Hassan bin Ali. (sila rujuk kitab ‘Aunal Ma’bud juzu’ II m.s 374 dan 382)

           Tersebut di dalam kitab Hasyiah As-Sabban ms 137, bahawa riwayat yang mengatakan Al-Mahdi dari keturunan Al-Hussin adalah terlalu lemah. Sementara di dalam kitab Al-Iza’ah m.s 147 riwayat yang mengatakan Al-Mahdi dari keturunan AI-Hussin bin Ali adalah dha’if.

           Terdapat juga hadits-hadits yang menyatakan bahawa Al-Mahdi dari keturunan Al-Abbas bin Abdul Muttalib. Maka para ulama hadits menghimpunkan hadits yang berlawanan. Iaitu hadits-hadits yang mengatakan Al-Mahdi dari keturunan Sayidina Hassan bin Ali adalah sah dan hadits yang mengatakan AI-Mahdi dari keturunan Al-Abbas dan Al.Hussin adalah dha’if. Ini adalah sebagaimana kenyataan yang dibuat oleh Al-Hafiz Abut Hassan Ad-Darqatni.

Hadith Tentang Al-Mahdi

1. Dari Jabir bin Abdullah ra katanya ; "Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, : "Sentiasa ada di kalangan umatku golongan yang berperang di atas kebenaran, mereka sentiasa zahir hingga hari Qiamat. Sabdanya lagi: "Kemudian turun Isya bin Maryam AS dari langit, dan berkata pemimpin mereka (Imam Mahdi), silalah menjadi imam solat kami dan Nabi Isya menjawab, tidak, bahawa sebahagian Kamu sebagai kemuliaan Allah SWT  ke atas umat ini (umat Islam) . Hadtih riwayat Muslim.

2.  Dari Ali bin Abu Talib bahawa Rasulullah SAW bersabda : "Al-Mahdi itu dari ahlul bait, Allah membawa kebaikan dengannya dalam satu malam. Hadith riwayat Imam Ahmad.

3. Dari Dzar dari Abdullah dari Nabi SAW yang bersabda : "Sekiranya dunia hanya tinggal sehari sahaja (sebelum qiamat) nescaya Allah memanjangkan hari itu sehingga bangkit padanya seorang lelaki dari keturunanku atau dari kaum keluargaku, yang namanya spt namaku, nama bapanya spt nama bapaku, ia akan memenuhi bumi dengan keadilan dan saksama sebagaimana bumi dipenuhi kezaliman dan kekejaman. Hadith riwayat Abu Daud dan Turmizi.

4.  Dari Abu Said Al-Khudri ra berkata : "Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda ; "Akan lahir dari umatku seorang lelaki yang menyeru dengan sunahku, Allah menurunkan hujan dari langit untuknya, bumi mengeluarkan kasil dan darinya buni dipenuhi dengan kedurjaan dan kekejaman. Ia memerintah umat ini selama tujuh tahun dan akan berada di baitul Maqdis. Hadith riwayat At-Tabarani.   

5. Dari Aishah ra katanya, Rasulullah SAW telah bersabda : "Al-Mahdi itu seorang lelaki dari cucuku, ia akan berperang atas Sunnahku spt aku berperang atas wahyu". Hadith riwayat Na'im bin Hammad

6. Dari Said bin Al-Musaiyab dari Ummu Salmah yang berkata, "Aku telah mendengar Rasulullah SAW bersabda : "Al-Mahdi itu dari keturunanku dari anak cucu Fatimah". Hadith riwayat Muslim, Abu Daud, Ibnu Majah, An-Nasa'i, At-Tabarani dan Al-Hakim

Namun, tidak terdapat hadits yang menyebut mengapa AI-Mahdi dinamakan Al-Mahdi, tetapi terdapat dua atsar sahabat dalam hal ini. Abdullah bin Syuzab berkata,

“Sebab ia dinamakan Al-Mahdi ialah kerana ia menunjukkan satu gunung di gunung negeri Syam. Ia mengeluarkan dari gua gunung tersebut lembaran-lembaran kitab Taurat. Al-Mahdi berhujah melawan orang-orang Yahudi menggunakan kitab tersebut dan mereka akhirnya kalah. Maka salah satu kumpulan orang-orang Yahudi memeluk Islam.” Atsar ini diriwayatkan oleh Al-Hafiz Ad-Dani dalam Sunannya.

              Daripada Ka’ab bin Alaqamah berkata,

“Sebab dinamakannya Al-Mahdi ialah kerana ia menunjukkan pada suatu perkara yang telah hilang, dia mengeluarkan peti dari negeri Antakiah (peti berisi lembaran kitab Taurat dan lain-lain). Diriwayatkan oleh Na’im bin Hammad dalam kitabnya Al-Fitan.

               Al-Muhaddits Sayid Ahmad Siddiq Al-Ghumari menerang­kan di dalam kitabnya Aqidah Ahlil Islam Fi Nuzuli Isa AS bahawa Al-Mahdi dilahirkan di Madinah Al-Munawwarah serta dibesarkan di sana. Sebelum umat Islam berbai’at dengannya, berlakulah satu peperangan yang besar di antara penduduk Madinah dengan tentera-tentera As-Syufiani. Dalam peperangan tersebut, penduduk Madinah mengalami kekalahan dan mereka lari bersama-sama Al-Mahdi ke Makkah. Di Makkah datanglah orang dari berbagai-bagal negeri kerana berbai’at dengannya di suatu tempat iaitu di antara Hajar Aswad dan Maqam Ibrahim.

          Tanda-tanda keluarnya Al-Mahdi dinyatakan di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Said, Ummu Salamah, Aisyah bin Malik dan Huzaifah Al-Yamani.

 Di antara tanda-tanda menunjukkan kemunculan Al-Mahdi itu ada beberapa perkara:

 1. Pecah Sungai Furat yang terbesar dalam negeri Iraq masuk ke Laut Parsi.

2. Gerhana bulan pada awal malan daripada bulan Ramadhan dan gerhana matahari dari awal bulan Ramadhan.

3. Gerhana bulan dua kali dalam bulan Ramadhan

4. Naik tanduk di langit umpama beberapa gigi.

5. Naik bintang yang berekor yang cerah di sebelah timur

6. Zahir api yang besar dari timur selama tiga malam atau tujuh malam

7. Zahir kelam pada langit.

8. Zahir merah pada langit yang berhamburan ia pada segala tepi langit yang lain daripada merah di tepi langit yang biasa.

9. Seruan yang umum dari langit kepada sekelian ahli bumi dengan loghat masing-masing bahawa Al-Mahdi telah zahir.

10.  Tenggelam kampung Khrastan di dalam negeri Syam (Syria).

11. Diserukan daripada Iangit akan nama Imam Mahdi dengan seruan yang tersangat kuat hingga didengar oleh alhi bumi danipada Timur ke Barat. Maka orang yang tidur menjadi jaga, orang yang berdiri menjadi duduk dan orang yang terduduk menjadi terdiri di atas kedua kakinya kerana terlalu terkejut.

12. Zahir jemaah dari lelaki atau kuda di dalam bulan Syawal. Kemudian maka kedengaran suara yang menunjuk atas yang bathil. Peperangan dalam bulan Zulhijjah serta ramai sehingga mengalir darah di atas Jamratul Aqabah di Mina (tempat melontar).

13. Zahir banyak gempa bumi.

14. Datang dua seruan dari langit. Seruan yang pertama iaitulah seruan daripada langit dengan katanya, “Ketahuilah olehmu akan bahawa seorang yang keluar pada bumi yang bernama Mahdi itu sebenarnya keluarga Muhammad.” (Dan seruan kedua) iaitulah seruan syaitan dengan katanya, “Ke­tahuilah olehmu bahawa seorang yang keluar pada bumi yang bernama Mahdi itu sebenarnya dari ketuarga Isa.” (Lihat Ad­Duratun Nafi’ah Fi Isyratis Sa’ah)

 Setengah-tengah ulama’ telah menamakan tokoh-tokoh tertentu sebagai Al-Mahdi. Al-Mahdi yang mereka maksudkan ialah pemimpin-pem­inipin Islam yang adil selepas Rasulullah SAW. berpandukan hadits Rasulullah SAW,

“Tetaplah kamu dengan sunnahku dan sunnah khulafa Ar-Rasydin Al-Mahdi (yang mendapat petunjuk).”

— Riwayat Abu Daud dan At-Tarmizi

 Berpandukan hadits ini maka para ulama Ahli Sunnah Wal Jammah ada yang menentukan seseorang sebagai Al-Mahdi, tetapi bukanlah sebagai Al-Mahdi Muntadzar sebagaimana yang disebut oleh Rasulullah SAW yang muncul di akhir zaman. 

             Hassan Ibrahini Hassan dalam kitabnya, Tarikhul Islam jüzu’ I m.s 407 menyebut dengan panjang lebar akan masalah ini dan  menjelaskan, “Bahawa Al-Mahdi yang dikatakan oleh beberapa ulama’ di dalam kitab-kitab mereka ada beberapa orang itu bukanlah Al-Mahdi yang akan muncul di akhir zaman.”

 Al-Imam Ahmad Hanbal sendiri pernah menyebut, “Bahawasanya Umar bin Abdul Aziz tidak syak lagi adalah ia Al-Mahdi, tetapi bukanlah Al-Mahdi yang akan keluar di akhir zaman. Tetapi adalah Al-Mahdi yang mendirikan ke­benaran dan kebajikan” (sila lihat kitab Naqdul Manqul ms 78-79)

             Golongan Syiah yang berpendapat bahawa Muhammad bin Al-Hassan Al-Askari sebagai Al-Mahdi juga tidak menyebutnya sebagai Al-Mahdi Muntadzar yang muncul di akhir zaman. Sebaliknya mereka menyebutnya sebagai Al-Mahdi yang akan memimpin mereka atas kebenaran dan kebajikan. (sila lihat kitab ‘Aunal Ma’bud juzu’ II ms 382)