Kalau umat Islam di akhir zaman ini bertaqwa, pasti Allah akan bela. Allah akan bantu. Allah akan curahkan keberkatan dari langit dan bumi. Itu semua janji Allah, Maha Suci Allah dari mungkir janji.
Namun, sungguh menyedihkan nasib umat Islam dan juga nasib negara berpenduduk Islam di hari ini. Terbelakang, miskin, huru-hara, bencana. Tidak nampak adanya pembelaan dan bantuan Tuhan. Apakah Tuhan mungkir janji ? Itu tidak mungkin ! Artinya, umat Islam di akhir zaman ini masih belum bertaqwa sehingga belum nampak bantuan Tuhan.
Satu faktor yang membuat Umat Islam di akhir zaman ini susah hendak bertaqwa ialah karena tawakal kepada yang bukan selain Allah. Tawakal ada 4 (empat) kategori:
1. Tawakal kepada makhluk.
2. Tawakal kepada makhluk campur tawakal pada Tuhan
3. Tidak tawakal pada Tuhan; tidak tawakal pada makhluk
4. Tawakal kepada Tuhan, ini yang sebenarnya.
Kategori 1. Tawakal Kepada Makhluk.
Tawakal kepada makhluk ini memiliki banyak bagian. Diantaranya yang penting-penting:
a) Tawakal kepada diri.
Apa yang dimaksud dengan tawakal kepada diri? Satu perasaan hati yang tenang dengan perasaan-perasaan seperti: “selagi aku kuat, selagi aku sehat atau aku tak sakit, aku bisa hidup, aku tak susah hati, aku bisa makan bisa minum dan cari rezeki.” Artinya dia tawakal kepada diri. Artinya dia sudah MENUHANAN DIRI cuma dia tidak menyebut diri dia Tuhan. Dia bertawakal atau bersandar pada diri.
b) Tawakal kepada harta.
Selagi duit ada dalam bank, selagi harta ada, selagi kebun ada, aku tak risau. Selagi rumah ada aku tenang. Dia memiliki harta benda yang yang dirasakan dapat membela dia. Dia berTuhankan harta.
c) Tawakal dengan gaji.
Orang yang mendapat gaji bulanan ini dia tenang dengan gajinya. “Selagi aku mendapat gaji bulanan aku bisa hidup, bisa makan, bisa minum, bisa kawin”. Bukan mulut yang berkata tapi perasaannya yang mengatakan seperti itu. Sebab tawakal itu soal batin, soal perasaan. Orang yang mendapat gaji bulanan ini paling tidak bertawakal dengan Tuhan. Bila sudah tanggal gajian, dapat gaji. Untuk apa susah, aku ada gaji. Gaji sudah jadi Tuhan. Sebab itu orang paling tak bertawakal dengan Tuhan adalah orang yang mendapat gaji bulanan. Orang yang paling bertawakal dengan makhluk adalah orang yang mendapat gaji bulanan terutama bila gajinya besar.
d) Tawakal kepada orang.
“Selagi tetangganya ada, karena dia pemurah, dia selalu tolong aku”. Dia tenang dengan tetangga. Dia bertawakal dengan tetangga. Tetangga menjadi Tuhan-nya.
e) Tawakal dengan pemerintah.
Selagi aku dapat bantuan subsidi dari pemerintah, tenang hatiku. Aku bisa makan, aku bisa hidup. Pemerintah menjadi Tuhan.
f) Ada org bertawakal dengan ilmunya.
Dengan ilmuku, aku bisa dapat duit dan harta. Aku berbicara 1 jam saja dapat 300 ribu. Aku counseling 500 ribu. Aku mengajar sebulan bisa dapat 3 juta. Selagi ilmu ini ada, tak perlu bimbang. Tenang hati dan lega rasanya. Dia telah berTuhankan ilmu. Dia berTuhankan akalnya.
Kategori 2. Tawakal Kepada Tuhan Sedikit, Kepada Makhluk Sedikit.
Dia mengakui juga bahwa Tuhan bagi rezeki. Dia tawakal kepada 6 hal di atas sedikit, tawakal kepada Tuhan juga sedikit. Dia orang beragama, mengerjakan sholat, dan berpuasa. Kalau kategori no 1 tadi Tuhan langsung tidak ada. Yang kategori kedua ini Tuhannya ada dua. Tuhan sebenar; Tuhan yang berupa benda-benda tadi baik ilmu, gaji, tetangga, diri atau pemerintah. Pergantungannya bercampur antara makhluk dengan Tuhan. Seolah-olah makhluk setaraf dengan Tuhan. Ini soal batin, mungkin tidak pernah diucapkan. Tawakal itu faktor hati dan faktor ruh.
Kategori 3. Tidak Tawakal Kepada Tuhan dan Tidak bertawakal Kepada Makhluk.
Dengan Tuhan tidak bertawakal itu mudah saja. Memang dia tidak pikir dan tidak kenal Tuhan. Dengan makhluk dia tak bergantung, tidak ada gaji, tidak ada pangkat, badan tidak sehat sehat, “aku ni mau jadi apa?”
Kalau panjang umur dia akan gila sebab hidup dia tak ada tempat bergantung. Dia tidak tawakal pada Tuhan, kepada makhluk pun juga tidak. Dia rugi dunia akhirat. Dia kecewa putus asa, di akhirat masuk neraka sebab tidak kenal Tuhan.
Kategori 4. Inilah orang yang Bertaqwa. Orang ini semata-mata bersandar dengan Tuhan
Walau dia banyak harta, dia tak pikir harta itu sebab Tuhan bisa tarik balik. Dia tidak bersandar dengan pangkat, pangkat juga bisa dicopot. Begitu juga dia tak bersandar pada diri sebab Tuhan bisa binasakan diri dia. Tuhan bisa tarik apapun yang ada pada diri dia. Begitu juga dia tak bersandar dengan ilmu. Ilmu itu tidak dapat lagi membelanya.
Orang seperti ini, kalau dia tidak ada harta, pangkat, dan jabatan, dia akan semakin bersandar kepada Allah. Kalau ada pun dia tidak bersandar dengan semua itu. Sebab kalau ada pun sewaktu-waktu Tuhan bisa tarik balik. Inilah kategori tawakal yang sejati. Untuk tawakal sungguh susah. Selalu di tipu dengan setan yang halus.
Kalau begitu, apakah kita tidak disuruh berusaha? Tidak perlu cari ilmu? Tidak perlu memegang jabatan? TIDAK, itu semua syariat. Semua aktivitas yang dibuat, baik berbentuk jabatan, gaji, dan ilmu itu memang harus dibuat. Itu syariat atau perintah Tuhan yang menyebabkan seseorang dapat pahala. Ilmu kalau kita pelajari mengikuti syariat, kita akan dapat pahala. Kalau kita memiliki jabatan, dan kita emban jabatan itu ikut syariat, itu ada pahala di sisi Tuhan. Ilmu, jabatan, harta, perlu dibuat sebagai sistem Islam tapi jangan bersandar kepada mereka seolah mereka yang memberi bekas kepada kita.
Mengapa orang payah dapat taqwa ?
Faktor hati! Faktor tidak menyerah bulat-bulat kepada Tuhan. Dia masih merasa faktor ilmu, faktor pangkat, yang menjayakan dia. Jadi kalau orang tak tawakal kepada Tuhan, tapi tawakal kepada diri, pangkat, dan pemerintah, maka dia syirik khafi. Akidah sudah cacat, dosa besar cuma tak kekal dalam neraka. Di sinilah banyak orang sangkut mengapa susah hendak bertaqwa.
Sembahyang malam mudah, berkorban mudah tapi tawakal susah. Di sinilah tersangkut terutama orang makan gaji. Moga-moga kuliah ini jadi panduan kita menyuluh batin kita, untuk kita membetulkan batin kita supaya jadi bertaqwa sehingga dapat bantuan dari Tuhan.
Monday, December 5, 2011
Kategori Tawakal Umat Akhir Zaman
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
aslmualaikum...
ReplyDeleteastagfirullah... sy rasa sy tergolong dalam kategori 2. tp sy lgsg x sedar. n x berniat pun. astagfirullah.. terima kasih atas pendedahan saudara. sy ingin bertanya..
golongan cam sy sdh tergolong syirik kah? ALLAH swt akn ampunkan dosa sy x? mohon saudara memberi jawapan kpd sy y tengah gundah.. :( sy benar2 xtau..
salam ustaz. Boleh tak saya nak berenti kerja dan tawakkal sahaja pada Allah? Ikut prinsip ulat dalam batu pun diberi rezki Allah..saya tak kesah la suami tak beli aper..janji boleh hidup..lagipun perempuan bukanlah wajib mencari nafkah..saya observe orang perempuan Arab ramai tak keja..kat Malaysia ni, boleh kata semua tempat ada perempuan bekerja termasuklah jaga toilet..kesian ajer tengok, cuci toilet lagi..
ReplyDeleteSalam.
ReplyDeleteWanita tidak diwajibkan mencari nafkhah untuk keluarga. Tanggungjawab wanita adalah menjaga anak2 supaya mereka akan menjadi anak2 yang soleh dan solehah menerusi ajaran Islam.
Usaha adalah zahiriah dan tawakal adalah batiniah. Seperti contoh, jikalau kita pening, panadol adalah usaha, wasilah atau sebab musabab untuk megubati pening. Selepas itu, perlu tawakal dan berserah kepada Allah. Bukan ubat yang akan mengubati sakit pening kita, Allah yang menghilangkan pening melalui ubat yang kita makan.
Maka usaha dan tawakal mesti seiringan dan Allah telah berfirman di dalam Al-Quran:
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” (Ar-R'ad:11)
Wallahu'alam.
Wa'alaikumussalam.
ReplyDeleteAnda tergolong dalam syirik kecil, cuma pergantungan anda dengan Allah belum lagi mantap. Allah mengampun segala dosa2 selain murtad yakni syirik kepada Allah.
Ketahuilah Allah mengampun segala dosa2 hamba2Nya yang terlanjur dan mahu kembali kepada ajaran Islam.
Ingatlah Allah nescaya Allah akan mengingati kamu.
Semoga anda sentiasa dalam rahmat dan perlindungan Allah s.w.t.
Terima kasih atas pandangan tersebut.
ReplyDeleteJazakallah khair kathiran.
ReplyDelete